Monday 22 December 2014

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN: INFLASI DI INDONESIA

PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga secara umum dan terus menerus atau penurunan nilai mata uang. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang pernah terkena dampak Krisis Ekonomi Global. Pada tahun 1998 Indonesia benar – benar merasakan dahsyatnya goncangan krisis financial yang merembet pada kepercayaan. Setelah itu Ekonomi Indonesia mulai bergerak dan bangkit kembali, namun pada tahun 2004 perlahan kondisi Ekonomi Indonesia mulai merasakan tekanan kembali  yang merupakan imbas dari kenaikan harga minyak dunia dengan diumumkannya kenaikan harga BBM. Dan baru – baru ini kenaikan BBM kembali terjadi tepatnya pada tanggal 21 Juni 2013 lalu.
            Semenjak peristiwa kenaikan BBM tersebut, Indonesia benar – benar mengalami inflasi. bukan hanya harga BBM yang melambung namun harga barang – barang pokok pun ikut melambung. Hal ini cukup membuat beban masyarakat Indonesia semakin berat. Walaupun dengan adanya BLSM, masyarakat tidak dapat sepenuhnya memenuhi kebutuhan pokoknya. Selain itu turunnya nilai mata uang rupiah juga dirasakan oleh semua orang, Khususnya masyarakat golongan menengah ke bawah.
            Dalam pembahasan kali ini, penulis akan membahas bahasan pokok masalah “inflasi” utamanya yang terjadi di Indonesia.  

Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan inflasi?
2.      Bagaimana inflasi yang terjadi di Indonesia?
3.      Bagaimana pengendalian inflasi yang terjadi di Indonesia?



PEMBAHASAN
            Menurut ilmu Ekonomi, inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga barang yang bersifat secara umum dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama atau terus – menerus. Inflasi juga memiliki definisi sebagai suatu proses menurunnya nilai mata uang suatu negara secara continue, dalam definisi ini inflasi bukan hanya tinggi - rendahnya harga, artinya tingkat harga yang tinggi belum tentu menunjukkan inflasi. Sedangkan menurut salah satu para ahli yaitu Ekonom Parkin dan Bade menyimpulkan inflasi merupakan pergerakan ke arah atas dari tingkatan harga. Secara mendasar ini berhubungan dengan harga, hal ini bisa juga disebut dengan berapa banyaknya uang (rupiah) untuk memperoleh barang tersebut.
            Macam-Macam Inflasi berdasarkan tingkat kualitas parah atau tidaknya
Ada beberapa inflasi berdasarkan tingkat kualitas parah atau tidaknya yaitu:
a)      Inflasi ringan
            Inflasi ringan atau inflasi merangkak (creeping inflation)adalah inflasi yang lajunya kurang dari 10% per tahun,inflasi seperti ini wajar terjadi pada negara berkembang yang selalu berada dalam proses pembangunan.
b)      Inflasi sedang
            Inflasi ini memiliki ciri yaitu lajunya berkisar antara 10% sampai 30% per tahun.Tingkat sedang ini sudah mulai membahayakan kegiatan ekonomi.Perlu diingat laju inflasi ini secara nyata dapat dilihat garak kenaikan harga.Pendapatan riil masyarakat terutama masyarakat yang berpenghasilan tetap seperti buruh ,mulai turun dan kenaikan upah selalu lebih kecil bila dibandingkan dengan kenaikan harga.
c)      Inflasi berat
            Inflasi berat adalah inflasi yang lajunya antara 30% sampai 100%.Kenaikan harga sudah sulit dikendalikan.Hal ini diperburuk lagi oleh pelaku-palaku ekonomi yang memanfaatkan keadaan untuk melakukan spekulasi.
d)     Inflasi liar (hyperinflation)
            Inflasi liar adalah inflasi yang lajunya sudah melebihi dari 100% per tahun. Inflasi ini terjadi bila setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hyperinflastion).
Penyebab Inflasi
            Inflasi selalu dihubungkan dengan jumlah uang yang beredar. Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang penyebab terjadinya inflasi yaitu :
a.         Teori Kuantitas
Teori ini adalah teori yang tertua yang membahas tentang inflasi, tetapi dalam perkembangannya teori ini mengalami penyempurnaan oleh para ahli ekonomi Universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai model kaum moneteris (monetarist models). Teori ini menekankan pada peranan jumlah uang beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut :
·         Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun giral.
·         Laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar  dan oleh harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang.
b.        Keynesian Model
            Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (penawaran agregat), akibatnya akan terjadi inflationary gap. Keterbatasan jumlah persediaan barang (penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Oleh karenanya sama seperti pandangan kaum monetarist, Keynesian models ini lebih banyak dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek. Dengan keadaan daya beli antara golongan yang ada di masyarakat tidak sama (heretogen), maka selanjutnya akan terjadi realokasi barang-barang yang tersedia dari golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang relatif rendah kepada golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang lebih besar. Kejadian ini akan terus terjadi di masyarakat. Sehingga, laju inflasi akan berhenti hanya apabila salah satu golongan masyarakat tidak bisa lagi memperoleh dana (tidak lagi memiliki daya beli) untuk membiayai pembelian barang pada tingkat harga yang berlaku, sehingga permintaan efektif masyarakat secara keseluruhan tidak lagi melebihi supply barang (inflationary gapmenghilang).
c.         Mark-up Model
Pada teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua komponen, yaitu cost of production dan profit margin. Relasi antara perubahan kedua komponen ini dengan perubahan harga dapat dirumuskan sebagai berikut :
Price = Cost + Profit Margin              
Karena besarnya profit margin ini biasanya telah ditentukan sebagai suatu prosentase tertentu dari jumlah cost of production, maka rumus tersebut dapat dijabarkan menjadi :
Price = Cost + ( a% x Cost )
Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponen-komponen yang menyusun cost of production dan atau penaikan pada profit margin akan menyebabkan terjadinya kenaikan pada harga jual komoditi di pasar.
d.        Teori Struktural
Banyak study mengenai inflasi di negara-negara berkembang, menunjukan bahwa inflasi bukan semata-mata merupakan fenomena moneter, tetapi juga merupakan fenomena struktural atau cost push inflation. Hal ini disebabkan karena struktur ekonomi negara-negara berkembang pada umumnya yang masih bercorak agraris. Sehingga, goncangan ekonomi yang bersumber dari dalam negeri, misalnya gagal panen (akibat faktor eksternal pergantian musim yang terlalu cepat, bencana alam, dan sebagainya), atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar negeri, misalnya memburuknya term of trade; utang luar negeri; dan kurs valuta asing, dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik.
            Fenomena struktural yang disebabkan oleh kesenjangan atau kendala struktural dalam perekonomian di negara berkembang, sering disebut dengan structural bottlenecks. Strucktural bottleneck terutama terjadi dalam tiga hal, yaitu :
-            Supply dari sektor pertanian (pangan) tidak elastis.
            Hal ini dikarenakan pengelolaan dan pengerjaan sektor pertanian yang masih menggunakan metode dan teknologi yang sederhana, sehingga seringkali terjadi supplydari sector pertanian domestik tidak mampu mengimbangi pertumbuhan permintaannya.
-            Cadangan valuta asing yang terbatas (kecil) akibat dari pendapatan ekspor yang lebih kecil daripada pembiayaan impor.
            Keterbatasan cadangan valuta asing ini menyebabkan kemampuan untuk mengimpor barangbarang baik bahan baku; input antara; maupun barang modal yang sangat dibutuhkan untuk pembangunan sektor industri menjadi terbatas pula. Belum lagi ditambah dengan adanya demonstration effect yang dapat menyebabkan perubahan pola konsumsi masyarakat. Akibat dari lambatnya laju pembangunan sektor industri, seringkali menyebabkan laju pertumbuhan supply barang tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan permintaan.
-            Pengeluaran pemerintah terbatas.
            Hal ini disebabkan oleh sektor penerimaan rutin yang terbatas, yang tidak cukup untuk membiayai pembangunan, akibatnya timbul defisit anggaran belanja, sehingga seringkali menyebabkan dibutuhkannya pinjaman dari luar negeri ataupun mungkin pada umumnya dibiayai dengan pencetakan uang (printing of money).
            Dengan adanya structural bottlenecks ini, dapat memperparah inflasi di Negara berkembang dalam jangka panjang, oleh karenanya fenomena inflasi di negaranegara yang sedang berkembang kadangkala menjadi suatu fenomena jangka panjang, yang tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang pendek.
            Berbeda dengan kaum monetaris yang memandang inflasi sebagai fenomena moneter, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam sektor moneter akibat dari ekspansi jumlah uang beredar, kaum neo-structuralist menekankan pada struktur sektor keuangan. Dasar pemikiran kaum neo-structuralist ini adalah pengaruh uang terhadap perekonomian terutama ditransmisikan dari supply side atau roduksi. Menurut pemikiran kaum neo-structuralist, uang merupakan salah satu factor penentu investasi dan produksi. Bila jumlah uang yang tersedia untuk investasi melimpah, menyebabkan harga uang (suku bunga) akan murah, maka volume investasi akan meningkat. Dengan meningkatnya volume investasi, volume produksi juga akan meningkat. Sehingga, penawaran barang meningkat, yang pada gilirannya akan menekan tingkat inflasi. Dengan dasar pemikiran yang seperti ini, timbul pendapat bahwa deregulasi di sektor finansial dan peningkatan jumlah uang beredar akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi seraya menekan inflasi.
            Kaum strukturalis berpendapat, bahwa selain harga komoditi pangan, penyebab utama terjadinya inflasi di negara-negara berkembang adalah akibat inflasi dari luar negeri (imported inflation). Hal ini disebabkan antara lain oleh harga barangbarang impor yang meningkat di daerah asalnya, atau terjadinya devaluasi atau depresiasi mata uang di negara pengimpor. Menurut kesimpulan dari penelitian M.N. Dalal dan G. Schachter (1988), bila kontribusi impor terhadap pembentukan output domestik sangat besar, yang artinya sifat barang impor tersebut sangat penting terhadap price behaviour di negara importir, maka kenaikan harga barang impor akan menyebabkan tekanan inflasi di dalam negeri yang cukup besar. Selain itu, semakin rendah derajat kompetisi yang dimiliki oleh barang impor (price inelastic) terhadap produk dalam negeri, akan semakin besar pula dampak perubahan harga barang impor tersebut terhadap inflasi domestik.

Inflasi yang terjadi di Indonesia
            Seperti halnya yang terjadi pada negara-negara berkembang pada umumnya, fenomena inflasi di Indonesia masih menjadi satu dari berbagai “penyakit” ekonomi makro yang meresahkan pemerintah terlebih bagi masyarakat. Memang, menjelang akhir pemerintahan Orde Baru (sebelum krisis moneter) angka inflasi tahunan dapat ditekan sampai pada single digit, tetapi secara umum masih mengandung kerawanan jika dilihat dari seberapa besar prosentase kelompok masyarakat golongan miskin yang menderita akibat inflasi. Lebih-lebih setelah semakin berlanjutnya krisis moneter yang kemudian diikuti oleh krisis ekonomi, yang menjadi salah satu dari penyebab jatuhnya pemerintahan Orde Baru, angka inflasi cenderung meningkat pesat (mencapai lebih dari 75 % pada tahun 1998), dan diperparah dengan semakin besarnya presentase golongan masyarakat miskin. Sehingga bisa dikatakan, bahwa meskipun angka inflasi di Indonesia termasuk dalam katagori tinggi, tetapi dengan meninjau presentase golongan masyarakat ekonomi bawah yang menderita akibat inflasi cukup besar, maka sebenarnya dapat dikatakan bahwa inflasi di Indonesia telah masuk dalam stadium awal dari hyperinflation.
contoh peristiwa Inflasi
a.       Pasca Kenaikan Harga BBM subsidi
            Pemerintah Indonesia menaikkan harga BBM pada tanggal 21 Juni 2013. hal ini membuktikan bahwa bangsa kita benar – benar mengalami masalah naiknya harga BBM. Hal ini terjadi dikarenakan permintaan masyarakat akan konsumsi BBM melambung tinggi sementara stock atau persediaan BBM semakin menipis. Berbagai upaya telah pemerintah lakukan untuk mengatasi krisis BBM ini, awalnya pemerintah melakukan pembatasan pengguna BBM subsidi. pembatasan ini dilakukan pada BBM premium yang menjadi sasaran utama oleh Pemerintah kepada kendaraan dinas. namun usaha ini dapat dikategorikan gagal karena terbukti masih banyak kendaraan dinas yang menikmati BBM subsidi yaitu dengan cara membeli kepada pedagang eceran sehingga BBM non subsidi kurang laku di pasaran. menanggapi pemakaian BBM subsidi yang diukur masih tinggi, Pemerintah menaikkan harga BBM atau mngurangi jatah subsidi yang diberikan oleh Pemerintah. Kenaikan harga BBM memperberat beban hidup masyarakat terutama mereka yang berada di kalangan bawah dan juga para pengusaha, karena kenaikan BBM menyebabkan turunnya daya beli masyarakat dan itu akan mengakibatkan tidak terserapnya semua hasil produksi banyak perusahaan sehingga akan menurunkan tingkat penjualan yang pada akhirnya juga akan menurunkan laba perusahaan.
            Naiknya harga BBM di indonesia diawali oleh naiknya harga minyak dunia. yang membuat pemerintah tidak dapat menjual BBM kepada masyarakat dengan harga yang sama dengan harga sebelumnya, karena hal itu dapat menyebabkan pengeluaran APBN untuk subsidi minyak menjadi lebih tinggi. Maka pemerintah mengambil langkah untuk menaikkan harga BBM.
            Dan untuk mengimbangi masalah melonjaknya harga BBM setiap tahunnya, pemerintah mengeluarkan kebijakan subsidi BBM. Kebijakan subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak) bertujuan mengatasi kelebihan beban APBN. Sebab jika tidak, APBN dipastikan akan mengalami penurunan yang berdampak langsung pada mandeknya pembangunan nasional.
            Kenaikan BBM ini menimbulkan berbagai dampak yaitu meningkatnya harga barang – barang baik barang pokok maupun jasa. meskipun Pemerintah telah mengadakan program baru sementara yang berupa BLSM kepada masyarakat miskin namun bantuan tersebut tidak dapat menutupi keseluruhan kekurangan – kekurangan dana untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari mereka. bahkan terbukti terkadang BLSM tersebut masih melenceng dari masyarakat miskin. banyak masyarakat miskin yang tidak menerima bantuan tersebut. selain itu daya beli kebutuhan sehari – hari masyarakat berkurang karena uang yang biasanya cukup untuk membeli seluruh kebutuhan – kebutuhan kini tidak cukup lagi untuk membeli semua kebutuhan dikarenakan harganya terpaut melambung tinggi. apabila kebutuhan – kebutuhan masyarakat kurang, maka dapat menyebabkan meningkatnya tindakan – tindakan criminal sehingga keamanan lingkungan pun akan menurun. kebijakan tersebut tidak hanya berimbas kepada kebutuhan pokok namun berimbas juga kepada laju pertumbuhan ekonomi. pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan melamban dan daya saing akan menurun.
            Apabila pemerintah ingin menaikkan harga BBM harusnya tidak langsung melonjak seperti ini dikarenakan harga – harga barang pun ikut melambung tinggi. seharusnya Pemerintah menaikkan harga BBM cukup per tahun atau dua tahun sekali dinaikkan sebesar Rp500,- di tahun – tahun  sebelumnya, sehingga harga – harga barang kebutuhan pokok akan lebih terkendali.
b.      Krisis Moneter di Indonesia
            Krisis moneter yang melanda negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, telah menyebabkan rusaknya sendi-sendi perekonomian nasional. Krisis moneter menyebabkan terjadinya imported inflation sebagai akibat dari terdepresiasinya secara tajam nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, yang selanjutnya mengakibatkan tekanan inflasi yang berat bagi Indonesia. Fenomena inflasi di Indonesia sebenarnya semata-mata bukan merupakan suatu fenomena jangka pendek saja dan yang terjadi secara situasional, tetapi seperti halnya yang umum terjadi pada negara-negara yang sedang berkembang lainnya, masalah inflasi di Indonesia lebih pada masalah inflasi jangka panjang karena masih terdapatnyahambatan- hambatan struktural dalam perekonomian negara. Dengan demikian, maka pembenahan masalah inflasi di Indonesia tidak cukup dilakukan dengan menggunakan instrumen-instrumen moneter saja. Devaluasi menjadi penyebab utama terjadinya krisis ekonomi di Asia dan akhirnya menimbulkan masalah inflasi di dalam negeri. Inflasi merupakan masalah ekonomi makro yang mempengaruhi perekonomiaan secara riil karena memberikan tekanan bagi investasi dan menghalangi pertumbuhan ekonomi. Penelitian World Bank (World Bank Institute Home Page, retrieve Februari 2000) mengenai inflasi dan pertumbuhan di 127 negara antara tahun 1960-1992 menunjukkan adanya hubungan yang erat antara tingkat inflasi dan penurunan pertumbuhan ekonomi. Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa pada tingkat inflasi yang rendah-menengah (20-40%) tidak secara langsung menyebabkan penurunan pertumbuhan sedangkan tingkat inflasi diatas 40% merupakan inflasi yang sangat membahayakan. Berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas inflasi merupakan masalah ekonomi makro yang perlu mendapat perhatian baik untuk mencari penyebab maupun solusi untuk mengatasinya. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa inflasi di Indonesia lebih didominasi oleh penyebab non ekonomis. Permasalahan penyebab ekonomis dan non ekonomis di Indonesia memang menimbulkan kontroversi yang cukup tinggi. Aspek-aspek non ekonomis terkadang memberikan pengaruh yang signifikan bagi perubahan-perubahan indikator ekonomi.
            Dalam tulisan ini, faktor-faktor non ekonomis dieliminir dan diasumsikan tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada tingkat inflasi. Fenomena inflasi di Indonesia sendiri memunculkan banyak pendapat mengenai sumber inflasi dan aspek kausalitas. inflasi di Indonesia dipicu oleh Jumlah uang beredar yang terlampau besar dan di sisi lain terdapat kelompok yang mengatakan bahwa inflasi di Indonesia disebabkan karena ketergantungan Indonesia bagi barang impor. Sisi  kausalitas inflasi muncul karena inflasi itu tidak hanya merupakan akibat dari faktor ekonomi namun juga dapat menyebabkan perubahan faktor ekonomi yang lain.
c.       Turunnya Nilai Riil Kekayaan Masyarakat
            Inflasi menyebabkan turunnya nilai riil kekayaan masyarakat yang berbentuk kas, karena nilai tukar kas tersebut akan menadi lebih kecil, karena secara nominal harus menghadapi harga komoditi per satuan yang lebih besar. Sebagai misal, jika uang Rp. 10.000,- tadinya bisa dibelikan 10kg beras yang berharga Rp.1000,-/kg, maka setelah adanya inflasi uang Rp.10.000,- tersebut hanya dapat ditukarkan dengan 5kg beras saja, karena sekarang harga beras menjadi lebih mahal (Rp.2000,-/kg). Sebaliknya mereka yang memiliki kekayaan dalam bentuk aktiva tetap (umumnya golongan ekonomi menengah ke atas) justru diuntungkan dengan kenaikan harga akibat inflasi tersebut. Dengan demikian inflasi akan membuat jurang kesenjang akan semakin lebar.

  
SOLUSI
            Sebagaimana halnya yang umum terjadi pada negara – negara berkembang, inflasi di Indonesia relatif lebih banyak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat struktural ekonomi bila dibandingkan dengan hal-hal yang bersifat monetary policies. Sehingga bisa dikatakan, bahwa pengaruh daricosh push inflation lebih besar dari pada demand pull inflation.
            Memang dalam periode tahun-tahun tertentu, misalnya pada saat terjadinya oil booming, tekanan inflasi di Indonesia disebabkan meningkatnya jumlah uang beredar. Tetapi hal tersebut tidak dapat mengabaikan adanya pengaruh yang bersifat struktural ekonomi, sebab pada periode tersebut, masih terjadi kesenjangan antara penawaran agregat dengan permintaan agregat, contohnya di sub sector pertanian, yang dapat meningkatkan derajat inflasi.
            Pada umumnya pemerintah Indonesia lebih banyak menggunakan pendekatan moneter dalam upaya mengendalikan tingkat harga umum. Pemerintah Indonesia lebih senang menggunakan instrumen moneter sebagai alat untuk meredam inflasi, misalnya dengan open market mechanismatau reserve requirement. Tetapi perlu diingat, bahwa pendekatan moneter lebih banyak dipakai untuk mengatasi inflasi dalam jangka pendek, dan sangat baik diterapkan peda negara-negara yang telah maju perekonomiannya, bukan pada negara berkembang yang masih memiliki structural bottleneck. Jadi, apabila pendekatan moneter ini dipakai sebagai alat utama dalam mengendalikan inflasi di negara berkembang, maka tidak akan dapat menyelesaikan problem inflasi di negara berkembang yang umumnya berkarakteristik jangka panjang.
            Seperti halnya yang terjadi di Indonesia pada saat krisis moneter yang selanjutnya menjadi krisis ekonomi, inflasi di Indonesia dipicu oleh kenaikan harga komoditi impor (imported inflation) dan membengkaknya hutang luar negeri akibat dari terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan mata uang asing lainnya. Akibatnya, untuk mengendalikan tekanan inflasi, maka terlebih dahulu harus dilakukan penstabilan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, khususnya dolar Amerika.
            Dalam menstabilkan nilai kurs, pemerintah Indonesia cenderung lebih banyak memainkan instrumen moneter melalui otoritas moneter dengan tight money policy yang diharapkan selain dapat menarik minat para pemegang valuta asing untuk menginvestasikan modalnya ke Indonesia melalui deposito, juga dapat menstabilkan tingkat harga umum.
            Tight money policy yang dilakukan dengan cara menaikkan tingkat suku bunga SBI (melaluiopen market mechanism) sangat tinggi, pada satu sisi akan efektif untuk mengurangi money suplly, tetapi di sisi lain akan meningkatkan suku bunga kredit untuk sektor riil. Akibatnya, akan menyebabkan timbulnya cost push inflation karena adanya interest rate-price spiral. Apabila tingkat suku bunga (deposito) perbankan sudah terlalu tinggi, sehingga dana produktif (dana untuk berproduksi atau berusaha) yang ada di masyarakat ikut terserap ke perbankan, maka akan dapat menyebabkan timbulnya stagnasi atau bahkan penurunan output produksi nasional (disebut denganCavallo effect). Lebih lagi bila sampai terjadi negatif spread pada dunia perbankan nasional, maka bukan saja menimbulkan kerusakan pada sektor riil, tetapi juga kerusakan pada industri perbankan nasional (sektor moneter). Jika kebijaksanaan ini terus dilakukan oleh pemerintah dalam jangka waktu menengah atau panjang, maka akan terjadi depresi ekonomi, akibatnya struktur perekonomian nasional akan rusak.
            Jika demikian halnya, maka sebaiknya kebijaksanaan pengendalian inflasi bukan hanya dilakukan melalui konsep kaum moneterist saja, tetapi juga dengan memperhatikan cara pandang kaum structuralist, yang lebih memandang perlunya mengatasi hambatan-hambatan struktural yang ada.
            Dengan berpedoman pada berbagai hambatan dalam pembangunan perekonomian Indonesia yang telah disebutkan di atas, maka perlu berbagai upaya pembenahan, yaitu :
a.         Meningkatkan Supply Bahan Pangan
            Meningkatkan supply bahan pangan dapat dilakukan dengan lebih memberikan perhatian pada pembangunan di sektor pertanian, khususnya sub sektor pertanian pangan. Modernisasi teknologi dan metode pengolahan lahan, serta penambahan luas lahan pertanian perlu dilakukan untuk eningkatkan laju produksi bahan pangan agar tercipta swasembada pangan.
b.        Mengurangi Defisit APBN
            Mungkin dalam masa krisis ekonomi mengurangi defisit APBN tidak dapat dilaksanakan, tetapi dalam jangka panjang (setelah krisis berlalu) perlu dilakukan. Untuk mengurangi defisit anggaran belanja, pemerintah harus dapat meningkatkan penerimaan rutinnya, terutama dari sektor pajak dengan benar dan tepat karena hal ini juga dapat menekanexcess demand. Dengan semakin naiknya penerimaan dalam negeri, diharapkan pemerintah dapat mengurangi ketergantungannya terhadap pinjaman dana dari luar negeri. Dengan demikian anggaran belanja pemerintah nantinya akan lebih mencerminkan sifat yang relative independent.
c.         Meningkatkan Cadangan Devisa
            Pertama, perlu memperbaiki posisi neraca perdagangan luar negeri (current account), terutama pada perdagangan jasa, agar tidak terus menerus defisit. Dengan demikian diharapkan cadangan devisa nasional akan dapat ditingkatkan. Juga, diusahakan untuk meningkatkan kinerja ekspor, sehingga net export harus semakin meningkat.
            Kedua, diusahakan agar dapat mengurangi ketergantungan industri domestic terhadap barang-barang luar negeri, misalnya dengan lebih banyak memfokuskan pembangunan pada industri hulu yang mengolah sumberdaya alam yang tersedia di dalam negeri untuk dipakai sebagai bahan baku bagi industri hilir. Selain itu juga perlu dikembangkan industri yang mampu memproduksi barang-barang modal untuk industri di dalam negeri.
            Ketiga, mengubah sifat industri dari yang bersifat substitusi impor kepada yang lebih bersifat promosi ekspor, agar terjadi efisiensi di sektor harga dan meningkatkan net export.
            Keempat, membangun industri yang mampu menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan memiliki kandungan komponen lokal yang relatif tinggi pula.
d.        Memperbaiki dan Meningkatkan Kemampuan Sisi Penawaran Agregat
            Pertama, mengurangi kesenjangan output (output gap) dengan cara meningkatkan kualitas sumberdaya pekerja, modernisasi teknologi produksi, serta pembangunan industri manufaktur nasional agar kinerjanya meningkat. Kedua, memperlancar jalur distribusi barang nasional, supaya tidak terjadi kesenjangan penawaran dan permintaan di tingkat regional (daerah). Ketiga, menstabilkan tingkat suku bunga dan menyehatkan perbankan nasional, tujuannya untuk mendukung laju proses industrialisasi nasional. Keempat, menciptakan kondisi yang sehat dalam perekonomian agar market mechanism dapat berjalan dengan benar, dan mengurangi atau bahkan menghilangkan segala bentuk faktor yang dapat menyebabkan distorsi pasar. Kelima, melakukan program deregulasi dan debirokrasi di sektor riil karena acapkali birokrasi yang berbelit dapat menyebabkan high cost economy.
           
PENUTUP
Simpulan
            Inflasi merupakan suatu proses kenaikan harga secara umum yang terjadi secara terus menerus namun juga mempengaruhi menurunnya nilai mata uang Negara. Misalnya apabila persediaan uang yang semakin sedikit dapat menyebabkan kenaikan harga secara umum. Dan harga yang tinggi namun persediaan uang cukup banyak maka tidak menunjukkan terjadinya Inflasi.
            Masalah inflasi di Indonesia bukanlah hanya sekedar masalah dalam kurun waktu jangka pendek namun inflasi tersebut bisa menjadi masalah yang berkepanjangan apabila tidak segera di atasi dengan benar. inflasi yang terjadi di Indonesia ini benar – benar membuat Indonesia semakin terpuruk khususnya yang dirasakan oleh masyarakat. namun inflasi yang terjadi di Indonesia bukan lah semata – mata disebabkan oleh gagalnya pelaksanaan kebijakan – kebijakan moneter oleh pemerintah tetapi juga mengindikasikan masih adanya hambatan – hambatan structural dalam perekonomian Indonesia yang belum sepenuhnya dapat diatasi.
Rekomendasi
            Setelah menganalisa pembahasan pada bab sebelumnya penulis menyarankan agar pemerintah segera menangani tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia, agar masyarakat merasa terlindungi dari inflasi khususnya masyarakat menengah ke bawah. kebijakan – kebijakan yang pemerintah ambil diharapkan tidak hanya berguna untuk negaranya saja namun dengan kebijakan – kebijakan yang ada haruslah juga menguntungkan masyakat. apabila inflasi dibiarkan berkepanjangan maka daya beli masyarakat akan semakin menurun. dan hal ini akan sangat menyengsarakan rakyat.
            Dalam mengatasi inflasi sekarang ini, bukan hanya pemerintah yang diharapkan untuk berusaha mengatasi inflasi ini, namun masyarakat juga harus mendukung pemerintah dengan ikut serta dalam penghematan pemakaian BBM dengan melakukan efisiensi energy pada transportasi yang ada. serta tidak ikut – ikutan untuk menaikkan harga barang – barang pokok dengan tingkat harga yang melmabung tinggi.



DAFTAR PUSTAKA


No comments:

Post a Comment