PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Inflasi dapat diartikan sebagai
kenaikan harga secara umum dan terus menerus atau penurunan nilai mata uang.
Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang pernah terkena dampak
Krisis Ekonomi Global. Pada tahun 1998 Indonesia benar – benar merasakan
dahsyatnya goncangan krisis financial yang merembet pada kepercayaan. Setelah
itu Ekonomi Indonesia mulai bergerak dan bangkit kembali, namun pada tahun 2004
perlahan kondisi Ekonomi Indonesia mulai merasakan tekanan
kembali yang merupakan imbas dari kenaikan harga minyak dunia dengan
diumumkannya kenaikan harga BBM. Dan baru – baru ini kenaikan BBM kembali
terjadi tepatnya pada tanggal 21 Juni 2013 lalu.
Semenjak peristiwa kenaikan BBM
tersebut, Indonesia benar – benar mengalami inflasi. bukan hanya harga BBM yang
melambung namun harga barang – barang pokok pun ikut melambung. Hal ini cukup
membuat beban masyarakat Indonesia semakin berat. Walaupun dengan adanya BLSM,
masyarakat tidak dapat sepenuhnya memenuhi kebutuhan pokoknya. Selain itu
turunnya nilai mata uang rupiah juga dirasakan oleh semua orang, Khususnya
masyarakat golongan menengah ke bawah.
Dalam pembahasan kali ini, penulis
akan membahas bahasan pokok masalah “inflasi” utamanya yang terjadi di
Indonesia.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan inflasi?
2. Bagaimana
inflasi yang terjadi di Indonesia?
3. Bagaimana
pengendalian inflasi yang terjadi di Indonesia?
PEMBAHASAN
Menurut ilmu Ekonomi, inflasi
merupakan suatu proses meningkatnya harga barang yang bersifat secara umum dan berlangsung
dalam jangka waktu yang lama atau terus – menerus. Inflasi juga memiliki
definisi sebagai suatu proses menurunnya nilai mata uang suatu negara secara
continue, dalam definisi ini inflasi bukan hanya tinggi - rendahnya harga, artinya
tingkat harga yang tinggi belum tentu menunjukkan inflasi. Sedangkan menurut
salah satu para ahli yaitu Ekonom Parkin dan Bade menyimpulkan inflasi
merupakan pergerakan ke arah atas dari tingkatan harga. Secara mendasar ini
berhubungan dengan harga, hal ini bisa juga disebut dengan berapa banyaknya
uang (rupiah) untuk memperoleh barang tersebut.
Macam-Macam Inflasi berdasarkan
tingkat kualitas parah atau tidaknya
Ada beberapa inflasi berdasarkan tingkat kualitas parah atau tidaknya yaitu:
a) Inflasi ringan
Ada beberapa inflasi berdasarkan tingkat kualitas parah atau tidaknya yaitu:
a) Inflasi ringan
Inflasi ringan atau inflasi
merangkak (creeping inflation)adalah inflasi yang lajunya kurang dari 10% per
tahun,inflasi seperti ini wajar terjadi pada negara berkembang yang selalu
berada dalam proses pembangunan.
b)
Inflasi sedang
Inflasi ini memiliki ciri yaitu
lajunya berkisar antara 10% sampai 30% per tahun.Tingkat sedang ini sudah mulai
membahayakan kegiatan ekonomi.Perlu diingat laju inflasi ini secara nyata dapat
dilihat garak kenaikan harga.Pendapatan riil masyarakat terutama masyarakat
yang berpenghasilan tetap seperti buruh ,mulai turun dan kenaikan upah selalu
lebih kecil bila dibandingkan dengan kenaikan harga.
c)
Inflasi berat
Inflasi berat adalah inflasi yang
lajunya antara 30% sampai 100%.Kenaikan harga sudah sulit dikendalikan.Hal ini
diperburuk lagi oleh pelaku-palaku ekonomi yang memanfaatkan keadaan untuk
melakukan spekulasi.
d)
Inflasi liar (hyperinflation)
Inflasi liar adalah inflasi yang
lajunya sudah melebihi dari 100% per tahun. Inflasi ini terjadi bila setiap
saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan
uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak
terkendali (Hyperinflastion).
Penyebab Inflasi
Inflasi selalu dihubungkan dengan
jumlah uang yang beredar. Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang
penyebab terjadinya inflasi yaitu :
a. Teori Kuantitas
Teori
ini adalah teori yang tertua yang membahas tentang inflasi, tetapi dalam
perkembangannya teori ini mengalami penyempurnaan oleh para ahli ekonomi
Universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai model kaum
moneteris (monetarist models). Teori ini menekankan pada peranan jumlah uang
beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap
timbulnya inflasi. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut :
·
Inflasi hanya bisa
terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun
giral.
·
Laju inflasi juga
ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan oleh harapan
(ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang.
b. Keynesian Model
Dasar pemikiran model
inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di
luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan efektif
masyarakat terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah
barang-barang yang tersedia (penawaran agregat), akibatnya akan
terjadi inflationary gap. Keterbatasan jumlah persediaan barang (penawaran
agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat
dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Oleh karenanya sama
seperti pandangan kaum monetarist, Keynesian models ini lebih
banyak dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek. Dengan
keadaan daya beli antara golongan yang ada di masyarakat tidak sama
(heretogen), maka selanjutnya akan terjadi realokasi barang-barang yang
tersedia dari golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang relatif rendah
kepada golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang lebih besar. Kejadian
ini akan terus terjadi di masyarakat. Sehingga, laju inflasi akan berhenti
hanya apabila salah satu golongan masyarakat tidak bisa lagi memperoleh dana
(tidak lagi memiliki daya beli) untuk membiayai pembelian barang pada tingkat
harga yang berlaku, sehingga permintaan efektif masyarakat secara keseluruhan
tidak lagi melebihi supply barang (inflationary gapmenghilang).
c. Mark-up
Model
Pada
teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua komponen,
yaitu cost of production dan profit margin. Relasi antara
perubahan kedua komponen ini dengan perubahan harga dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Price
= Cost + Profit Margin
Karena
besarnya profit margin ini biasanya telah ditentukan sebagai suatu
prosentase tertentu dari jumlah cost of production, maka rumus tersebut
dapat dijabarkan menjadi :
Price
= Cost + ( a% x Cost )
Dengan
demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponen-komponen yang
menyusun cost of production dan atau penaikan pada profit
margin akan menyebabkan terjadinya kenaikan pada harga jual komoditi di
pasar.
d. Teori
Struktural
Banyak
study mengenai inflasi di negara-negara berkembang, menunjukan bahwa inflasi
bukan semata-mata merupakan fenomena moneter, tetapi juga merupakan fenomena
struktural atau cost push inflation. Hal ini disebabkan karena struktur
ekonomi negara-negara berkembang pada umumnya yang masih bercorak agraris.
Sehingga, goncangan ekonomi yang bersumber dari dalam negeri, misalnya gagal panen
(akibat faktor eksternal pergantian musim yang terlalu cepat, bencana alam, dan
sebagainya), atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar negeri,
misalnya memburuknya term of trade; utang luar negeri; dan kurs valuta
asing, dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik.
Fenomena struktural yang disebabkan
oleh kesenjangan atau kendala struktural dalam perekonomian di negara
berkembang, sering disebut dengan structural bottlenecks. Strucktural
bottleneck terutama terjadi dalam tiga hal, yaitu :
- Supply dari
sektor pertanian (pangan) tidak elastis.
Hal ini dikarenakan pengelolaan dan
pengerjaan sektor pertanian yang masih menggunakan metode dan teknologi yang
sederhana, sehingga seringkali terjadi supplydari sector pertanian domestik
tidak mampu mengimbangi pertumbuhan permintaannya.
- Cadangan
valuta asing yang terbatas (kecil) akibat dari pendapatan ekspor yang lebih
kecil daripada pembiayaan impor.
Keterbatasan cadangan valuta asing
ini menyebabkan kemampuan untuk mengimpor barangbarang baik bahan baku; input
antara; maupun barang modal yang sangat dibutuhkan untuk pembangunan sektor
industri menjadi terbatas pula. Belum lagi ditambah dengan
adanya demonstration effect yang dapat menyebabkan perubahan pola
konsumsi masyarakat. Akibat dari lambatnya laju pembangunan sektor industri,
seringkali menyebabkan laju pertumbuhan supply barang tidak dapat
mengimbangi laju pertumbuhan permintaan.
- Pengeluaran
pemerintah terbatas.
Hal ini disebabkan oleh sektor penerimaan
rutin yang terbatas, yang tidak cukup untuk membiayai pembangunan, akibatnya
timbul defisit anggaran belanja, sehingga seringkali menyebabkan dibutuhkannya
pinjaman dari luar negeri ataupun mungkin pada umumnya dibiayai dengan
pencetakan uang (printing of money).
Dengan adanya structural
bottlenecks ini, dapat memperparah inflasi di Negara berkembang dalam
jangka panjang, oleh karenanya fenomena inflasi di negaranegara yang sedang
berkembang kadangkala menjadi suatu fenomena jangka panjang, yang tidak dapat
diselesaikan dalam jangka waktu yang pendek.
Berbeda dengan kaum monetaris yang
memandang inflasi sebagai fenomena moneter, yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan dalam sektor moneter akibat dari ekspansi jumlah uang
beredar, kaum neo-structuralist menekankan pada struktur sektor
keuangan. Dasar pemikiran kaum neo-structuralist ini adalah pengaruh
uang terhadap perekonomian terutama ditransmisikan dari supply
side atau roduksi. Menurut pemikiran kaum neo-structuralist, uang
merupakan salah satu factor penentu investasi dan produksi. Bila jumlah uang
yang tersedia untuk investasi melimpah, menyebabkan harga uang (suku bunga)
akan murah, maka volume investasi akan meningkat. Dengan meningkatnya volume
investasi, volume produksi juga akan meningkat. Sehingga, penawaran barang
meningkat, yang pada gilirannya akan menekan tingkat inflasi. Dengan dasar
pemikiran yang seperti ini, timbul pendapat bahwa deregulasi di sektor
finansial dan peningkatan jumlah uang beredar akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi
seraya menekan inflasi.
Kaum strukturalis berpendapat, bahwa
selain harga komoditi pangan, penyebab utama terjadinya inflasi di
negara-negara berkembang adalah akibat inflasi dari luar negeri (imported
inflation). Hal ini disebabkan antara lain oleh harga barangbarang impor yang
meningkat di daerah asalnya, atau terjadinya devaluasi atau depresiasi mata
uang di negara pengimpor. Menurut kesimpulan dari penelitian M.N. Dalal dan G.
Schachter (1988), bila kontribusi impor terhadap pembentukan output domestik
sangat besar, yang artinya sifat barang impor tersebut sangat penting
terhadap price behaviour di negara importir, maka kenaikan harga
barang impor akan menyebabkan tekanan inflasi di dalam negeri yang cukup besar.
Selain itu, semakin rendah derajat kompetisi yang dimiliki oleh barang impor
(price inelastic) terhadap produk dalam negeri, akan semakin besar pula
dampak perubahan harga barang impor tersebut terhadap inflasi domestik.
Inflasi yang terjadi di
Indonesia
Seperti halnya yang terjadi pada negara-negara
berkembang pada umumnya, fenomena inflasi di Indonesia masih menjadi satu dari
berbagai “penyakit” ekonomi makro yang meresahkan pemerintah terlebih bagi
masyarakat. Memang, menjelang akhir pemerintahan Orde Baru (sebelum krisis
moneter) angka inflasi tahunan dapat ditekan sampai pada single digit,
tetapi secara umum masih mengandung kerawanan jika dilihat dari seberapa besar
prosentase kelompok masyarakat golongan miskin yang menderita akibat inflasi.
Lebih-lebih setelah semakin berlanjutnya krisis moneter yang kemudian diikuti
oleh krisis ekonomi, yang menjadi salah satu dari penyebab jatuhnya
pemerintahan Orde Baru, angka inflasi cenderung meningkat pesat (mencapai lebih
dari 75 % pada tahun 1998), dan diperparah dengan semakin besarnya presentase
golongan masyarakat miskin. Sehingga bisa dikatakan, bahwa meskipun angka
inflasi di Indonesia termasuk dalam katagori tinggi, tetapi dengan meninjau
presentase golongan masyarakat ekonomi bawah yang menderita akibat inflasi
cukup besar, maka sebenarnya dapat dikatakan bahwa inflasi di Indonesia telah
masuk dalam stadium awal dari hyperinflation.
contoh
peristiwa Inflasi
a. Pasca
Kenaikan Harga BBM subsidi
Pemerintah Indonesia menaikkan harga
BBM pada tanggal 21 Juni 2013. hal ini membuktikan bahwa bangsa kita benar –
benar mengalami masalah naiknya harga BBM. Hal ini terjadi dikarenakan
permintaan masyarakat akan konsumsi BBM melambung tinggi sementara stock atau
persediaan BBM semakin menipis. Berbagai upaya telah pemerintah lakukan untuk mengatasi
krisis BBM ini, awalnya pemerintah melakukan pembatasan pengguna BBM subsidi.
pembatasan ini dilakukan pada BBM premium yang menjadi sasaran utama oleh
Pemerintah kepada kendaraan dinas. namun usaha ini dapat dikategorikan gagal
karena terbukti masih banyak kendaraan dinas yang menikmati BBM subsidi yaitu
dengan cara membeli kepada pedagang eceran sehingga BBM non subsidi kurang laku
di pasaran. menanggapi pemakaian BBM subsidi yang diukur masih tinggi,
Pemerintah menaikkan harga BBM atau mngurangi jatah subsidi yang diberikan oleh
Pemerintah. Kenaikan harga BBM memperberat beban hidup masyarakat terutama
mereka yang berada di kalangan bawah dan juga para pengusaha, karena kenaikan
BBM menyebabkan turunnya daya beli masyarakat dan itu akan mengakibatkan tidak
terserapnya semua hasil produksi banyak perusahaan sehingga akan menurunkan
tingkat penjualan yang pada akhirnya juga akan menurunkan laba perusahaan.
Naiknya harga BBM di indonesia
diawali oleh naiknya harga minyak dunia. yang membuat pemerintah tidak dapat
menjual BBM kepada masyarakat dengan harga yang sama dengan harga
sebelumnya, karena hal itu dapat menyebabkan pengeluaran APBN untuk subsidi
minyak menjadi lebih tinggi. Maka pemerintah mengambil langkah untuk menaikkan
harga BBM.
Dan untuk mengimbangi masalah
melonjaknya harga BBM setiap tahunnya, pemerintah mengeluarkan kebijakan
subsidi BBM. Kebijakan subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak) bertujuan
mengatasi kelebihan beban APBN. Sebab jika tidak, APBN dipastikan akan
mengalami penurunan yang berdampak langsung pada mandeknya pembangunan
nasional.
Kenaikan BBM ini menimbulkan
berbagai dampak yaitu meningkatnya harga barang – barang baik barang pokok
maupun jasa. meskipun Pemerintah telah mengadakan program baru sementara yang
berupa BLSM kepada masyarakat miskin namun bantuan tersebut tidak dapat
menutupi keseluruhan kekurangan – kekurangan dana untuk memenuhi kebutuhan
sehari – hari mereka. bahkan terbukti terkadang BLSM tersebut masih melenceng
dari masyarakat miskin. banyak masyarakat miskin yang tidak menerima bantuan
tersebut. selain itu daya beli kebutuhan sehari – hari masyarakat berkurang
karena uang yang biasanya cukup untuk membeli seluruh kebutuhan – kebutuhan
kini tidak cukup lagi untuk membeli semua kebutuhan dikarenakan harganya terpaut
melambung tinggi. apabila kebutuhan – kebutuhan masyarakat kurang, maka dapat
menyebabkan meningkatnya tindakan – tindakan criminal sehingga keamanan
lingkungan pun akan menurun. kebijakan tersebut tidak hanya berimbas kepada
kebutuhan pokok namun berimbas juga kepada laju pertumbuhan ekonomi.
pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan melamban dan daya saing akan menurun.
Apabila pemerintah ingin menaikkan
harga BBM harusnya tidak langsung melonjak seperti ini dikarenakan harga –
harga barang pun ikut melambung tinggi. seharusnya Pemerintah menaikkan harga
BBM cukup per tahun atau dua tahun sekali dinaikkan sebesar Rp500,- di tahun –
tahun sebelumnya, sehingga harga – harga barang kebutuhan pokok akan
lebih terkendali.
b. Krisis
Moneter di Indonesia
Krisis moneter yang melanda
negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, telah menyebabkan rusaknya sendi-sendi
perekonomian nasional. Krisis moneter menyebabkan terjadinya imported inflation
sebagai akibat dari terdepresiasinya secara tajam nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing, yang selanjutnya mengakibatkan tekanan inflasi yang berat bagi
Indonesia. Fenomena inflasi di Indonesia sebenarnya semata-mata bukan merupakan
suatu fenomena jangka pendek saja dan yang terjadi secara situasional, tetapi
seperti halnya yang umum terjadi pada negara-negara yang sedang berkembang
lainnya, masalah inflasi di Indonesia lebih pada masalah inflasi jangka panjang
karena masih terdapatnyahambatan- hambatan struktural dalam perekonomian
negara. Dengan demikian, maka pembenahan masalah inflasi di Indonesia tidak
cukup dilakukan dengan menggunakan instrumen-instrumen moneter saja. Devaluasi
menjadi penyebab utama terjadinya krisis ekonomi di Asia dan akhirnya
menimbulkan masalah inflasi di dalam negeri. Inflasi merupakan masalah ekonomi
makro yang mempengaruhi perekonomiaan secara riil karena memberikan tekanan
bagi investasi dan menghalangi pertumbuhan ekonomi. Penelitian World Bank
(World Bank Institute Home Page, retrieve Februari 2000) mengenai inflasi dan
pertumbuhan di 127 negara antara tahun 1960-1992 menunjukkan adanya hubungan
yang erat antara tingkat inflasi dan penurunan pertumbuhan ekonomi. Pada
penelitian tersebut ditemukan bahwa pada tingkat inflasi yang rendah-menengah
(20-40%) tidak secara langsung menyebabkan penurunan pertumbuhan sedangkan
tingkat inflasi diatas 40% merupakan inflasi yang sangat membahayakan.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas inflasi merupakan masalah ekonomi makro
yang perlu mendapat perhatian baik untuk mencari penyebab maupun solusi untuk
mengatasinya. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa inflasi di Indonesia lebih
didominasi oleh penyebab non ekonomis. Permasalahan penyebab ekonomis dan non
ekonomis di Indonesia memang menimbulkan kontroversi yang cukup tinggi.
Aspek-aspek non ekonomis terkadang memberikan pengaruh yang signifikan bagi
perubahan-perubahan indikator ekonomi.
Dalam tulisan ini, faktor-faktor non
ekonomis dieliminir dan diasumsikan tidak memberikan pengaruh yang signifikan
pada tingkat inflasi. Fenomena inflasi di Indonesia sendiri memunculkan banyak
pendapat mengenai sumber inflasi dan aspek kausalitas. inflasi di Indonesia
dipicu oleh Jumlah uang beredar yang terlampau besar dan di sisi lain terdapat
kelompok yang mengatakan bahwa inflasi di Indonesia disebabkan karena
ketergantungan Indonesia bagi barang impor. Sisi kausalitas inflasi
muncul karena inflasi itu tidak hanya merupakan akibat dari faktor ekonomi
namun juga dapat menyebabkan perubahan faktor ekonomi yang lain.
c. Turunnya
Nilai Riil Kekayaan Masyarakat
Inflasi menyebabkan turunnya
nilai riil kekayaan masyarakat yang berbentuk kas, karena nilai tukar kas
tersebut akan menadi lebih kecil, karena secara nominal harus menghadapi harga
komoditi per satuan yang lebih besar. Sebagai misal, jika uang Rp. 10.000,-
tadinya bisa dibelikan 10kg beras yang berharga Rp.1000,-/kg, maka setelah
adanya inflasi uang Rp.10.000,- tersebut hanya dapat ditukarkan dengan 5kg
beras saja, karena sekarang harga beras menjadi lebih mahal (Rp.2000,-/kg).
Sebaliknya mereka yang memiliki kekayaan dalam bentuk aktiva tetap (umumnya
golongan ekonomi menengah ke atas) justru diuntungkan dengan kenaikan harga
akibat inflasi tersebut. Dengan demikian inflasi akan membuat jurang kesenjang
akan semakin lebar.
SOLUSI
Sebagaimana halnya yang umum terjadi
pada negara – negara berkembang, inflasi di Indonesia relatif lebih banyak
disebabkan oleh hal-hal yang bersifat struktural ekonomi bila dibandingkan
dengan hal-hal yang bersifat monetary policies. Sehingga bisa dikatakan,
bahwa pengaruh daricosh push inflation lebih besar dari pada demand
pull inflation.
Memang dalam periode tahun-tahun
tertentu, misalnya pada saat terjadinya oil booming, tekanan inflasi di
Indonesia disebabkan meningkatnya jumlah uang beredar. Tetapi hal tersebut
tidak dapat mengabaikan adanya pengaruh yang bersifat struktural ekonomi, sebab
pada periode tersebut, masih terjadi kesenjangan antara penawaran agregat
dengan permintaan agregat, contohnya di sub sector pertanian, yang dapat
meningkatkan derajat inflasi.
Pada umumnya pemerintah Indonesia
lebih banyak menggunakan pendekatan moneter dalam upaya mengendalikan tingkat
harga umum. Pemerintah Indonesia lebih senang menggunakan instrumen moneter
sebagai alat untuk meredam inflasi, misalnya dengan open market
mechanismatau reserve requirement. Tetapi perlu diingat, bahwa
pendekatan moneter lebih banyak dipakai untuk mengatasi inflasi dalam jangka
pendek, dan sangat baik diterapkan peda negara-negara yang telah maju
perekonomiannya, bukan pada negara berkembang yang masih
memiliki structural bottleneck. Jadi, apabila pendekatan moneter ini
dipakai sebagai alat utama dalam mengendalikan inflasi di negara berkembang,
maka tidak akan dapat menyelesaikan problem inflasi di negara berkembang yang
umumnya berkarakteristik jangka panjang.
Seperti halnya yang terjadi di
Indonesia pada saat krisis moneter yang selanjutnya menjadi krisis ekonomi,
inflasi di Indonesia dipicu oleh kenaikan harga komoditi impor (imported
inflation) dan membengkaknya hutang luar negeri akibat dari terdepresiasinya
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan mata uang asing lainnya.
Akibatnya, untuk mengendalikan tekanan inflasi, maka terlebih dahulu harus
dilakukan penstabilan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, khususnya dolar
Amerika.
Dalam menstabilkan nilai kurs,
pemerintah Indonesia cenderung lebih banyak memainkan instrumen moneter melalui
otoritas moneter dengan tight money policy yang diharapkan selain
dapat menarik minat para pemegang valuta asing untuk menginvestasikan modalnya
ke Indonesia melalui deposito, juga dapat menstabilkan tingkat harga umum.
Tight money policy yang
dilakukan dengan cara menaikkan tingkat suku bunga SBI (melaluiopen market
mechanism) sangat tinggi, pada satu sisi akan efektif untuk mengurangi money
suplly, tetapi di sisi lain akan meningkatkan suku bunga kredit untuk sektor
riil. Akibatnya, akan menyebabkan timbulnya cost push
inflation karena adanya interest rate-price spiral. Apabila tingkat
suku bunga (deposito) perbankan sudah terlalu tinggi, sehingga dana produktif
(dana untuk berproduksi atau berusaha) yang ada di masyarakat ikut terserap ke
perbankan, maka akan dapat menyebabkan timbulnya stagnasi atau bahkan penurunan
output produksi nasional (disebut denganCavallo effect). Lebih lagi bila sampai
terjadi negatif spread pada dunia perbankan nasional, maka bukan saja
menimbulkan kerusakan pada sektor riil, tetapi juga kerusakan pada industri
perbankan nasional (sektor moneter). Jika kebijaksanaan ini terus dilakukan
oleh pemerintah dalam jangka waktu menengah atau panjang, maka akan terjadi
depresi ekonomi, akibatnya struktur perekonomian nasional akan rusak.
Jika demikian halnya, maka sebaiknya
kebijaksanaan pengendalian inflasi bukan hanya dilakukan melalui konsep
kaum moneterist saja, tetapi juga dengan memperhatikan cara pandang
kaum structuralist, yang lebih memandang perlunya mengatasi
hambatan-hambatan struktural yang ada.
Dengan berpedoman pada berbagai
hambatan dalam pembangunan perekonomian Indonesia yang telah disebutkan di
atas, maka perlu berbagai upaya pembenahan, yaitu :
a. Meningkatkan Supply Bahan
Pangan
Meningkatkan supply bahan
pangan dapat dilakukan dengan lebih memberikan perhatian pada pembangunan di
sektor pertanian, khususnya sub sektor pertanian pangan. Modernisasi teknologi
dan metode pengolahan lahan, serta penambahan luas lahan pertanian perlu
dilakukan untuk eningkatkan laju produksi bahan pangan agar tercipta swasembada
pangan.
b. Mengurangi
Defisit APBN
Mungkin dalam masa krisis ekonomi mengurangi
defisit APBN tidak dapat dilaksanakan, tetapi dalam jangka panjang (setelah
krisis berlalu) perlu dilakukan. Untuk mengurangi defisit anggaran belanja,
pemerintah harus dapat meningkatkan penerimaan rutinnya, terutama dari sektor
pajak dengan benar dan tepat karena hal ini juga dapat menekanexcess demand.
Dengan semakin naiknya penerimaan dalam negeri, diharapkan pemerintah dapat
mengurangi ketergantungannya terhadap pinjaman dana dari luar negeri. Dengan
demikian anggaran belanja pemerintah nantinya akan lebih mencerminkan sifat
yang relative independent.
c. Meningkatkan
Cadangan Devisa
Pertama, perlu memperbaiki posisi
neraca perdagangan luar negeri (current account), terutama pada perdagangan
jasa, agar tidak terus menerus defisit. Dengan demikian diharapkan cadangan
devisa nasional akan dapat ditingkatkan. Juga, diusahakan untuk meningkatkan
kinerja ekspor, sehingga net export harus semakin meningkat.
Kedua, diusahakan agar dapat
mengurangi ketergantungan industri domestic terhadap barang-barang luar negeri,
misalnya dengan lebih banyak memfokuskan pembangunan pada industri hulu yang
mengolah sumberdaya alam yang tersedia di dalam negeri untuk dipakai sebagai
bahan baku bagi industri hilir. Selain itu juga perlu dikembangkan industri yang
mampu memproduksi barang-barang modal untuk industri di dalam negeri.
Ketiga, mengubah sifat industri dari
yang bersifat substitusi impor kepada yang lebih bersifat promosi ekspor, agar
terjadi efisiensi di sektor harga dan meningkatkan net export.
Keempat, membangun industri yang
mampu menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan memiliki kandungan komponen
lokal yang relatif tinggi pula.
d. Memperbaiki
dan Meningkatkan Kemampuan Sisi Penawaran Agregat
Pertama, mengurangi kesenjangan
output (output gap) dengan cara meningkatkan kualitas sumberdaya pekerja,
modernisasi teknologi produksi, serta pembangunan industri manufaktur nasional
agar kinerjanya meningkat. Kedua, memperlancar jalur distribusi barang
nasional, supaya tidak terjadi kesenjangan penawaran dan permintaan di tingkat
regional (daerah). Ketiga, menstabilkan tingkat suku bunga dan menyehatkan
perbankan nasional, tujuannya untuk mendukung laju proses industrialisasi
nasional. Keempat, menciptakan kondisi yang sehat dalam perekonomian agar market
mechanism dapat berjalan dengan benar, dan mengurangi atau bahkan
menghilangkan segala bentuk faktor yang dapat menyebabkan distorsi pasar.
Kelima, melakukan program deregulasi dan debirokrasi di sektor riil karena
acapkali birokrasi yang berbelit dapat menyebabkan high cost economy.
PENUTUP
Simpulan
Inflasi merupakan suatu proses
kenaikan harga secara umum yang terjadi secara terus menerus namun juga
mempengaruhi menurunnya nilai mata uang Negara. Misalnya apabila persediaan
uang yang semakin sedikit dapat menyebabkan kenaikan harga secara umum. Dan
harga yang tinggi namun persediaan uang cukup banyak maka tidak menunjukkan
terjadinya Inflasi.
Masalah inflasi di Indonesia
bukanlah hanya sekedar masalah dalam kurun waktu jangka pendek namun inflasi
tersebut bisa menjadi masalah yang berkepanjangan apabila tidak segera di atasi
dengan benar. inflasi yang terjadi di Indonesia ini benar – benar membuat
Indonesia semakin terpuruk khususnya yang dirasakan oleh masyarakat. namun
inflasi yang terjadi di Indonesia bukan lah semata – mata disebabkan oleh
gagalnya pelaksanaan kebijakan – kebijakan moneter oleh pemerintah tetapi juga
mengindikasikan masih adanya hambatan – hambatan structural dalam perekonomian
Indonesia yang belum sepenuhnya dapat diatasi.
Rekomendasi
Setelah menganalisa pembahasan pada
bab sebelumnya penulis menyarankan agar pemerintah segera menangani tingkat
inflasi yang terjadi di Indonesia, agar masyarakat merasa terlindungi dari
inflasi khususnya masyarakat menengah ke bawah. kebijakan – kebijakan yang
pemerintah ambil diharapkan tidak hanya berguna untuk negaranya saja namun
dengan kebijakan – kebijakan yang ada haruslah juga menguntungkan masyakat.
apabila inflasi dibiarkan berkepanjangan maka daya beli masyarakat akan semakin
menurun. dan hal ini akan sangat menyengsarakan rakyat.
Dalam mengatasi inflasi sekarang
ini, bukan hanya pemerintah yang diharapkan untuk berusaha mengatasi inflasi
ini, namun masyarakat juga harus mendukung pemerintah dengan ikut serta dalam
penghematan pemakaian BBM dengan melakukan efisiensi energy pada transportasi
yang ada. serta tidak ikut – ikutan untuk menaikkan harga barang – barang pokok
dengan tingkat harga yang melmabung tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
- http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/07/pengertian-dan-jenis-inflasi.html diunduh tgl
1 juni 2014
No comments:
Post a Comment